Kamis, 11 September 2014



UPACARA ADAT
I.  SEJARAH ADAT KEBUDAYAAN ACEH
        Pada masa lampau, Aceh adalah sebuah kerajaan islam yang besar di Nusantara ini. Kerajaan ini pernah berkuasa sampai ke pariaman (Daerah Minangkabau), bahkan sampai ke Malaka, Sehingga terlihat adanya persamaan kebudayaan dan tata rias pengantin Aceh daerah pesisir dengan kebudayaan dan tata rias Arab, China, Eropa serta Hindu/ Hindia. Hal ini terjadi karena pengaruh dari latar belakang keturunan serta hubungan dagang dengan suku bangsa tersebut.
        Pada zaman Sultan Ali Muhayat Syah, Aceh mulai di kenal oleh dunia, karena keberhasilannyamemukul mundur bangsa Portugissaat terjadi sengketa diselat malaka. Meurah Johan, Sultan pertama kerajaan Aceh Darussalam (tahun 1205 – 1234) adalah putra dari Adi Genali atau Teungku kawe teupat, yang dirajakan di negara Lingga (Aceh Tengah). Beliau datang dari kerajaan Samudra Pasai dan masih ada hubungan darah dengan raja Peureulak. Pada saat itu, Meurah Johan dan Maharaja Indra Sakti dari kerajaan Indra Purba (Aceh Besar) dapat memukul mundur serangan Laskar Cina. Akhirnya Maharaja Indra Sakti masuk Islam dan menikahkan putrinya yang bernama  Beleng Indra Keusuma dengan Meurah Johan.
        Panglima perang Laskar Cina yang memimpin penyerbuan ke Lamuri adalah seorang wanita yang bernama putri Nian Nio Lian khi. Serangan Laskar Cina itu dapat di kalahkan oleh  Meurah Johan dan Putri Nian Nio Lian Khi dapat ditangkap. Setelah Putri Nian Nio Lian masuk Islam dan atas petujuk dari permaisurinya, Meurah Johan menikahi Putri Nian Nio Lian Khi yang kemudian dikenal dengan sebutan Putro Neng.
        Puncak kejayaan Aceh adalah saat kerajaan Aceh dpimpin oleh Sultan Iskandar Muda yang bergelar Meukuta Alam. Permaisurinya yang pertama adalah seorang Putri yang berasal dari Kerajaan Bugis.Setalah permaisurinya mangkat, Sultan Iskandar Muda menikah denganPuteri pahang (Putro Phang). Puteri Pahang yang menjadi Sultan Iskandar Muda merupakan hadiah dari dua orang yang bersengketa dalam memperebutkan Putri tersebut. Atas keputusan Sultan Iskandar Muda, maka sengketa itu dimenangkan oleh salah seorang dari mereka yang bernama Raja Raden. Raja Raden kagum atas keputusan Sultan yang adil serta bijaksana, maka sebagai rasa terimakasih,Raja Raden menghadiahkan Puteri Pahang kepada Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Raja Radensendiri menikah dengan adik Sultan.
        Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai seorang yang berbudi tinggi,adil, bijaksana dan perkasa, sehingga menjadi kecinytaan rakyatnya.Dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda Negeri Aceh menjadi Negara yang termasyhur dan rakyatnya hidup makmur sentosa.Demikian pula dengan Puteri Pahang, iapun mendapat tempat di hati rakyat dan ikutpula dalam menyusun undang-undang Negara;sehingga terkenal sebuah Pameo yang berbunyi:
        “Adat bak po teumeureuhom”
        “Hukom bak Syiah Kuala”
        “Kanun bak Putro Phang”
        “Reusam bak laksamana”
Maksudnya:
        “Stabilitas Kerajaan (Exsecutif)”
        “Hukum (fathua Ulama)”
        “Peraturang Putri Pahang/ Permaisuri Sultan Iskandar Muda (1607-1636)”
        “Peraturan (Resam)Laksamana.
        Demikianlah sekelumit sejarah kebudayaan sukuAceh yang ada didaerah pesisir, yang antara daerah pesisir satu dengan daerah pesisir lainnya memiliki banyak persamaan budaya dan saling berkaitan satu samalain.

II.  UPACARA ADAT PERKAWINAN ACEH
1. Persiapan dan Pembukaan
  1.1 Jak Keumalen/ Cah Roet
        Jak keumalen/ cah Roet ini ada dua cara yaitu:
           1. Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga
           2. Theulangka dengan menggunakan utusan khusus.

Maksud jak cah roet adalah sebagai tahab pertama dalam menjajaki atau merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calon mempelai pria, datang bersilatur rahmi sambil memperhatikan calon mempelai putri, suasana rumah dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak mempelai pria juga tidak lupa membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah adanya pendekatan,keluarga calon mempelai pria/ Linto baro akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya atau belum. Apabila mendapatkan jawaban dan sambutan baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak meulake(jak ba ranub).
        Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubungan atau komunikasi antara wanita dan pria khususnya antara remaja berlainnan jenis di anggap tamu, hubungan mereka sangat terbatas(Tidak sebebas hubungan remaja masa kini).Selain itu peranan orangtua terhadap anaknya sangat dominan sehingga dalam memilih jodohpun menjadi yanggung jawab orangtua masing- masing renaja, baik pria maupun wanita.

  1.2    Jak Lake jok theulangke/ jak ba ranub(meminang)
          
        Dalam acara ini orangtua pihak linto memberi theulanke( Utusan) dengan membawa sirih, kue-kue dan lain- lain.Pada theulanke, pihak linto sudah mulai menggungkapkan hastratnya pada putri yang di maksud.Apabila pihak putri menerima, akan diwajib”Insya Allah” dan pihak keluarga serta putri yang bersangkutan akan melakukan musyawarah..Jika hasil musyawarah tersebut “Tidak diterima” oleh pihak keluarga/ pihak putri, maka mereka akan menjawab, dengan alasan- alasan yang baik atau dengan menyatakann ”Hanaget Lumpo dari mimpi yang baik”.Sebaliknya jika ”diterima” oleh pihak keluarga putri, akan dilanjutkan dengan “jak ba tanda “.
        Dikalangan orangtua masalampau masih banyak yang percaya pada hal- hal yang berbau mistik, seperti adanya makna dari mipi dan percaya pada kekuatan- kekuatan alam. Kepercayaan ini di pengaruhi ajaran agam Islam yang kadang kala masih membaur dengan ajaran animismi atau kepercayaan yang di anut oleh nenek moyang kita pada jaman prasejarah, sehingga dalam menentukan pinanggan yang di terima atau tidak,juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.

  1.3 Jak ba tanda/ Bawa tanda

        Maksud dari jak ba tanda adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara ini pihak  calon linto membawa sirih lengkap dengan bahan- bahan lengkap makanan kaleng, seperangkat pakaian yang di namakan lapek tandadan perhiasan dari emas sesuai dengan kemampuan linto baro. Ba tanda ini di tempat kan di dalam “Talam / dalong” yang di hias dengan sedemikian rupa; kemudian tempat- tempat itu dikosongkan dan diisi dengan kue- kue sebagai “balah idang” ( balasan) dari pihak calon dara baro. Acara balah idang ini di laksanakannya bisa langsung atau setelah beberapa hari kemudian.
        Dalam upacara ini sekaligus bisa di bicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (Mas kawin), peng angoh (uang hangus), Jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan.

  
2. Pernikahan
    Pernikahan ada 2 macam:
  2.1.   Nikah Gantung, yaitu Pernikahan gadis yang masih kecil belum cukup umur atau masih dalam                           pendidikan, mereka di nikahkan terlebih dulu dan akan di resmikan beberapa tahun kemudian.                             Biasanya, hal ini terjadi pada gadis yang di jodohkan,sebab pada zaman dahulu, agam ngon         dara ( bujang ngon gadis) tabu mencari jodoh sendiri.Penentuan teman hidup menjadi                                  wewenang orangtua; terutama bagi seorang gadis.
  2.2.   Nikah Langsung, yaitu pernikahan dilakukan seperti biasa, Langsung diresmikan ( wo linto ).

        Pada gadis dewasa yang tidak halangan, nikah langsung di lakukan di kantor KUA atau di rumah mempelai wanita.Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara pernikahan di rumah calon mempelai wanita (dara baro).
        Pernikahan (peungatip) di lakukan beberapa hari sebelum upacara wo linto/ Meukeurija (Pesta). Sebelum upacara meukerija diadakan meuduk pakat (bermufakat) dengan para orangtua adat, dan anggota keluarga serta pemuka masyarakat yang terdiri dari tuha peet (penasehat), Keuchik gampong (Kepala desa), ‘imum meunasah’ (imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh orangtua calon mempelai wanita (dara baro, atau yang mewakilinya untuk membicarakan pesta yang akan di selenggarakan). Dalam kesempatan ini, keluarga atau saudara dari orangtua calon mempelai kedua belah pihak, menyampaikan niatnya untuk memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan masing- masing.
        Dalam upacara perkawinan Aceh, makanan kecil atau kue- kue yang tidak boleh ditinggalkan adalah buluekat dengan tumpo (ketan), manok panggang (ayam panggang), buluekat deungon pisang teupeugot atsho kaya (ketan dengan srikaya), dodoi (dodol),wajeb,halua, meuseukat, thimpan serta kue- kue kering yang di sebut rumok tho, keukarah, keumbang goyang (kembang loyan bhoi/ bolu), bungong kaye (bunga kayu). Sedangkan lauk- lauk yang biasa dihidangkan pada pesta perkawinan adat Aceh antara lain sebagai berikut:
ü Gule boh panah (gule nangka khas Aceh)
ü Masak keureuema/ Masak puteh (Masak semacam opor)
ü Masak keureuema/ Masak puteh (Masak semacam opor)
ü Masak keureuema/ Masak puteh (Masak semacam opor)
ü Shie masak mirah (dageng masak merah)
ü Seumur Aceh
ü Eungkot tumeh (ikan tumis khas Aceh)
ü Eungkot masam keueng (Ikan masak asam pedas)
ü Udeung tumeh (Tumis udang khas Aceh)
ü Shie cuka (dageng masak cuka)
ü Sambai gureng ate (sambal goreng hati)
ü Boh itek jruk (Telor bebek asen)
ü Boh reutuk crah (Tumis kacang panjang)
ü Dan lain- lain.

Meukeurija (Pesta menyambut linto pulang ketempat dara baro) peudap jambo
        Peudap jambo atau pasang tarub pada adat perkawinan di Jawa, dibuat kurang lebih tujuh hari sebelum pesta di adakan. Dikerjakan oleh pemuda kampung (kaum pria). Bila sudah selesai, dipeusijuek (ditepung tawar) bersama cawan pingan (alat makan)    . Jambo ini di adakan di depan rumah tempat penerimaan tamu, biasanya untuk tamu pria. Sedangkan tamu wanita biasanya didalam rumah.Untuk besan terdekat disediakan tempat khusus dan hidangannya telah tersedia di tikar atau permadani.

Peulaminan (pelaminan)
        Saat itu didalam rumah juga dihias dengan tabing atau tabir pada dinding tempat penerimaan tamu. Untuk tempat duduk pengantin dibuatkan pelaminan yang terdiri dari:
ü  Tabeng
ü  Ayue- ayue ditempatkan diatas/ Depan pelaminan
ü  Boh keuleumbu, hiasan ini berupa bintang- bintang
ü  Kasho duk tilam persegi untuk duduk
ü  Bantai sande (bantal persegi) untuk sandaran/ bantai meutumpok
ü  Dan lain- lain seuluman khas Aceh untuk keindahan yang tidak terikat.

        Pada zaman dahulu, pelaminan dibuat dari kayu berbentuk tempat tidur dan berukuran singel bed serta dihias dengan kain tile (seperti kelambu) atau kain lain yang di beri hiasan, boleh juga kain brukat. Warna dasarnya kuning, Merah dan hijau atau violet.
        Kain hiasan berkasap dibuat secara tradisional daerah Aceh. Masing-masing kain yang terdiri dari berbagai warna itu, berukuran 2,25 m yang terdiri dari 7 macam warna. Pada bagian kiri dan kanan pelaminan memiliki warna yang sama/ simentris. Kain-kain tersebut disematkan dibagian atas depan pelaminan. Pinggir-pinggir kain tersebut, bagian depannya ditarik kesamping kiri dan kanan dengan menggunakan kait kelambu yang terbuat dari emas/ perak, sehingga seperti pintu berlapis 7 (pinto tujoh).
        Bagian depan bawah pelaminandiletakkan sepasang bantal sebagai alas kaki mempelai, kemudian di bagian depan pelaminan diberi sepasang dalong kiri dan kanan berisi senijuek, yang terdiri dari:
ü Beulukat dengan tumpo (Ketan kuning dengan tumpo)
ü On seunijuk (daun cocor bebek)
ü On gaca (Daun pacar)
ü Naleung sambo (rumputan yang akarnya kokoh)
ü On seuke pulot (Daun pandan)
ü Manek mano dan lain-lain dengan jumlah yang ganjil
ü Breeh pade/ kunyet (beras padi kunyit)
ü Bungong rampo (bungang rampai)
ü Ie lam mangkong (air dalam mangkok)
ü Barang meuh (barang emas).
Pada sisi kanan ada dalam piring besar, ditempatkan dalam dalong yang telah dialasi ceradi (alas dalong berumbai).Kemudian ketan itu dihiasi dengan U mirah, dan dalong tersebutDitutup dengan sange (tudung saji ), diatasnya  ditutup lagi dengan seuhap (Kain penutup dengan sulaman kasab).
        Pada pintu masuk sudah di siapkan  alat- alat perlengkapan cuci kaki pengantin pria yang terdiri dari :
ü  Sebuah dalong yang berisi seuniejuek
ü  Mundam (tempat air)
ü  Bate ie (Gayong air)
Malam peungaca ( malam berinai)
        Arti dari malam peugaca adalah malam berinai menjelang wo linto. Dalam acara ini juga di adakan peusijuk calon dara baro,dan peusijuk gaca, bate mupeh (Batu giling).
        Peusijuk adalah memberi dan menerima restu serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang telah dan akan terjadi.
Persediaan dan makna:
ü Breuh pade (Beras padji) lambang kemakmuran
ü Naleung sambo (rumput yang kokoh akarnya) lambang kehidupan  yang mendapat
        Kemudahan dan kokoh dalam mempertahankan kehidupannya.
ü On gaca (daun pacar) melambangkan isteri sebagai obat pelipur lara sekaligus sebagai perhiasan rumah tangga.
ü On seunijuk (daun cocor bebek) lambang kesejukan
ü  Bulukat kuneng (ketan kuing) lambang keakraban, kemesraan dan kesejahteraan
ü  On pisang muda (pucuk pisang) lambang kesuburan,  kedaaian dan menonjol dalam kehidupan
ü  On murung (daun kelor) lambang penangkal ilmu hitam
ü  On manek mano sebagai pelengkap  dan memeriahkan suasana.

         Seluruh daun-daun diikat menjadi satu atau dua ikatan dan di tempatkan dalam magkok besar yang berisi air.Bunga rampai, beras dan padi ditempatkan dalam piring kecil, kemudian mangkok dan piring ditempat kan dalam dalong yang besar dan ditutup dengan tudung saji, lalu ditutup dengan seuhap bersulam khas Aceh.
        Daun pacar yang sudah di lepas dari tangkainya, ditempatkan dalam piring besar di dalam dalong dan batu giling di ltakkan pada “tika meusujo” dan dialas kain.Semua perlengkapan ditempatkan di piring yang telah dihias dalam dalong pada tika meusujo (tikar kerawang khas Aceh).Busana yang dikenakan oleh dara baro pada upacara malam peungaca tidak terikat dan terus berganti-ganti dari malam pertama hingga malam ketujuh.

Pelaksanaan peusijuk gaca
        Upucara peusijuk gaca dipimpin oleh “nek maja” (sepupuh adat), dan dimulai oleh orangtua/ ibu calon “dara baro” kemudian keluarga terdekat.Peusijuk ini di tujukan kepada calon dara baro, bate giling, daun pacar, dan hadirin yang ada di sekitarnya juga di berikan percikan air seunijuk.
Calon dara baro didudukkan di tilam bersulam kasap, di sebelah kiri dan kanannya diletakkan dalong berisi seunijuk dan bu lukat (tepung tawar dan ketan),di bagian depannya diletakkan dalong berisi daun pacar dan bate seumupeh (batu giling), dan di kaki dara baro dialasi dengan daun pisang muda.


Koh Gigo (potong/ meratakan gigi)
        Pada masa lampau, seorang gadis yang telah dinikahkan, giginya harus dipotong dengan alat pengikir gigi.Gigi yang telah dipotong harus diberi obat penguat gigi (baja bruk), Bahan- bahan yang digunakan untuk  Koh Gigo ini adalah:
ü  Pengikir gigi
ü  Pinang tua yang sudah kipas (Pineung ruek)
ü  Baja bruek (Tempurung kelapa)
ü  Segelas air putih hangat-hangat kuku yang diberi sedikit garam untuk kumur-kumur
ü  Perca ikanyang bersih
ü  Air hangat atau air bersih
ü  Tapeh (sabut kelapa yang telah di bersihkan).

Cara Peumano Gigi
        Mempelai dalam posisi tidur di atas kasur sederhana (bebas). Pada bagian dada ditutup kain putih atau kain panjang, rambut dibiarkan terurai (tanpa sanggul), agar mulut agak terbuka, antara gigi samping atas dan bawah disanggah oleh pineung ruek (pinang tua)yang telah dikupas dan dibersihkan.
        Menurut penilaian  orang zaman dahulu, pemotongan gigi, akan memberi kesan lebih cantik dan tanda bahwa wanita itu sudah ada yang punya (bersuami).
Koh Andam ( memotong rambut halus dibagian dahi )
        Koh andam ini dilakukan pada calon mempelai wanita (dara baro) yang akan bersanding. Semua ini melambangkan, agar hal-hal yang kurang baik pada masa lalu harus dihilangkan dan memulai dengan yang baru.Upacara tersebut dilakukan saat dara baro dalam keadaan suci badan/ lepas haid atau adat,dan kelapa ukiran yang berisi ujung rambut dan bulu roma calon mempelai wanita ditanam  pada cucuran atap (cuco bubong) atau dibawah pohon yang yang rindang dan berhawa sejuk.

Peumano Dara Baro ( memandikan calon mempelai wanita)
        Upacara peumano (memandikan), baik calon mempelai wanita maupun calon mempelai pria dimandikan oleh orang tua adat yang taat, orang tua mempelai dan sanak keluarga terdekat dari kedua orang tuanya dalam jumlah yang ganjil. Dalam upacara mandi dibacakan doa-doa bersuci, agar calon mempelai bersih lahir batin dalam memasuki jenjang perkawinan. Mempelai diantar dandipayungi oleh orang tuanya dan sanak keluarga terdekat yang dipimpin oleh orang tua adat sampai ketempat pemandian sambil membaca selawat Nabi Muhammad saw.
        Menurut adat aslinya, yaitu adat Aceh (Aceh Besar), upacara peumano dilaksanakan tanpa tarian,  sedangkan pelaksanaan peumano  yang dikenal saat kini ada tariannya, yaitu tari Pho (asal Aceh Barat).
Perlengkapan yang di perlukan :
ü Sebuah guci yang berisi air
ü Jeruk puruk yang sudah di racik
ü  Bunga ramapai (bunga semampai)
ü  Sebotol minyak wangi
ü Gayung mandi
ü Handuk
ü Ija seunalen (kain buat bersalin)
Guci yang telah diisi air di masukkan jeruk purut, bunga rampai dan minyak wangi.

Pukayan manoe (busana mandi)
        Pada masa lampau pakaian manoe, meugeutang ngon ija krong sutra (kamben sarung sutra). Ija sawak peuneutop baho meujunte u baroh (selendang menutup bahu berjuntai ke bawah). Dada mempelai putri ditutupi dengan perhiasan (kalung besar) Sesuai dengan kemampuan,  biasanya memakai kalung berangkai (euntuek) atau kalung lainnya yang terbuat dari emas.
        Rambut dapat dilepas atau disanggul sederhana, agar gampang dilepas ketika akan mandi. Rambut hiasan bunga dengan satu macam bunga atau ber,acam bunga untuk keindahan.


Khatam Qur’an
Perlengkapannya :
ü  Beureuteh (bereteh)
ü  Pisang bu ie
ü  Bulukat (ketan)
ü  Tumpo
ü  Breuh mankong (beras di mangkok)
ü  Pade mankong ( beras dimangkok)
ü  Boh manok gampong (telor ayam kampung)

        Upacara khatam Qur’an ini dipimpin oleh guru ngaji dan dimulai dengan membaca doa memohon kepada Allah yang Maha Esa agar bahagia dunia dan akhirat. Setelah upacara selesai,telor, bereteh, beras, padi, uang sekedarnya diberikan kepada guru ngaji sebagai tanda terimakasih dan pengambilan berkat ilmu.

3. Wo linto ( mempelai pria pulang kerumah mempelai putri)
        Upacara wo linto merupakan upacara penyambutan linto baro (mempelai pria) yang di antar kerumah orang tua dara baro (mempelai wanita) dan dara baro (mempelai wanita) sudah di rias dan memakai busana pengantin Aceh lengkap dengan sanggul cak –cengnya.
        Dalam upacara inirombongan linto baro dari jauh atau perbatasan kampung (desa) sudah meuseulaweut (berselawat kepada Nabi Muhammad SAW) sambil berjalan mendekati rumah dara baro. Sedangkan pihak dara baro menjemput rombongan linto baro kurang lebih 500  meter dari rumah dara baro. Kemudian pihak linto baro dan pihak dara baro melakukan seumapa (berbalas pantun). Jika pihak mempelai pria kalah dalam berbalas pantun, maka acara selamjutnya tidak dapat di lanjutkan. Tetapi jika pihak mempelai pria dapat mnemenangkan acara berbalas pantun, maka dilanjutkan dengan acara tukar-menukar sirih yang melakukan adalah dua oarangtua (sepupuh) dari kedua belah pihak.
          Kemudian,kedua mempelai disandingkan sejenak sebelum dibimbing menuju suatu tempat khusus untuk bersujud kepada kedua orang tua mempelai.Dimulai dari dara baro bersujud kepada Ibu/ Bapak nya kemudian kepada Ibu/ Bapak mertuanya/pengantin yang diikuti pula oleh linto baro yang bersujud mengikuti istrinya.
        Pada zaman dahulu, selesai upacara tersebut, linto baro pulang kembali kerumahnya (tidak menginap dirumah dara baro). Dalam upacara wo linto ini pihak linto baro membawa beberapa perangkat untuk dara baro dan juga m,akanan kaleng, kopi, teh, susu, gula, Kue-kue,buah-buahan, sabun mandi, bibit tanaman, seperti: bibit tebu, bibit kelapa (u bijeh), u teulason dan lain sesuai dengan kemampuan linto baro.Peuneuwo (bawaan dari linto baro) dibalas oleh pihak dara baro dengan memberikan makanan berupa kue-kue  dan lain0-lain setelah dihias dalam dalong (balas hidang).
4. Tueng dara baro (mengundang mempelai puteri)
        Upacara tueng dara baro adalah upacara mengundang dara baro beserta rombongan kerumah mertua (orang tua linto baro).Upacara ini dilaksanakan padahari ketujuh setelah upacara wo linto. Dipintu masuk halaman, rombongan disambut dengan upacara tukar- menukar sirih oleh para orang tua kedua belah pihak.
        Dara baro dipersilahkan menuju tempat istimewa yang telah disediakan, lalu ibu linto baro melakukan tepung tawar dan dara baro pun bersujud kepada oarang tua linto baro.Orang tua linto baro memegang tangan dara baro cdan membimbingnya  mengarah suatu tempat untuk mengambil perhiasan yang berada didalam air kembang disuatu waduh khusus. Kemudian diserahkan oleh dara baro kepada ibu mertuanya untuk dipakai kepada dara baro, biasanya prhiasannya bisa berupa kalung, gelang atau cincin emas sesuai dengan kemampuan pihak linto baro.
Categories:

3 komentar:

  1. Lengkap sekali, Sangat menarik, terimakasih sudah share ya

    Rumah Adat di Indonesia

    BalasHapus
  2. Persiapan untuk melangsungkan pernikahan di Aceh ternyata banyak juga...


    http://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-retailer-secara-umum-dalam-ilmu-marketing.html

    BalasHapus
  3. Menikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.
    Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.
    Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)

    BalasHapus

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!